
AHQ Membuka Kebuntuan Jiwa Saya Terhadap Sentuhan Tuhan
AHQNews - Sejak masa muda, hati saya telah terpaut pada dunia spiritual. Ada kerinduan yang sulit dijelaskan, sebuah panggilan sunyi dari dalam diri untuk mencari makna, arah, dan kebenaran sejati. Pencarian ini membawa saya menapaki berbagai jalur dan tradisi spiritual, mulai menghadiri pengajian-pengajian di masjid-masjid kampung, mengikuti halaqah ilmu, hingga berdiskusi dalam lingkaran-lingkaran ruhani lintas agama dan budaya. Kota Yogyakarta menjadi ladang pencarian saya, dengan atmosfernya yang kental akan warisan mistik, budaya kejawen, dan kebijaksanaan lokal yang mengakar dalam keseharian warganya. Namun, meski telah banyak jalan ditempuh, jiwa saya sering menemui kebuntuan. Ada rasa tidak nyaman, ketidaksesuaian dengan apa yang saya dengar atau alami, bahkan penolakan batin yang datang begitu saja. Saya merasa seperti orang yang haus di tengah lautan, meminum air tapi tidak juga terpuaskan. Pencarian panjang ini menemukan titik terang ketika saya dipertemukan dengan sosok yang mengubah arah perjalanan saya secara drastis, Gus Salam YS. Beliau bukan hanya seorang guru, tapi penunjuk jalan yang mampu menerjemahkan spiritualitas dalam bahasa yang jernih, membumi, dan menyentuh akal serta hati sekaligus. Yang membuat saya terpikat bukan hanya kedalaman ilmunya, tapi juga pendekatan beliau yang sangat unik, yakni menggabungkan aspek ilmiah, alamiah, dan ilahiah dalam setiap pengajaran. Tak ada dogma yang menekan, tak ada klaim-klaim mistik yang gelap. Yang ada, adalah kejernihan makna dan cahaya pengetahuan yang membangkitkan kesadaran. Bersama beliau, saya belajar untuk melihat spiritualitas sebagai ilmu hidup, bukan sekadar rutinitas ibadah atau hafalan ayat. Di antara pintu besar yang beliau bukakan untuk saya adalah konsep AHQ, Asmaul Husna Quotient. Sebuah pendekatan kontemporer dan aplikatif terhadap nama-nama indah Allah yang selama ini hanya saya kenal secara teologis atau sekadar pelengkap doa. AHQ memperkenalkan Asmaul Husna sebagai peta spiritual sekaligus cermin diri. Dalam sesi pengkajian sembilan asma diri, misalnya Al Fattah (Yang Maha Membuka Pintu Rahmat), Al Malik (Yang Maha Merajai), Al Ahad (Yang Maha Esa) dan lainnya, saya seolah membaca ulang sejarah hidup saya sendiri. Asma-asma itu memetakan luka batin masa lalu, potensi kekuatan diri, bahkan arah langkah masa depan saya. Bukan dengan mistisisme, melainkan dengan metode yang terukur dan rasional, tapi tetap sangat menyentuh sisi ruhani. Saya mulai menyadari, bahwa Asmaul Husna bukan sekadar rangkaian nama yang kita lantunkan saat berdoa. Ia adalah, bahasa jiwa, sandi-sandi spiritual yang tertanam dalam diri setiap manusia. Jika dibaca secara benar, nama-nama Allah itu bisa menjadi panduan praktis untuk menjalani hidup yang lebih jernih, terarah, dan bermakna. Saya menemukan banyak dari kegamangan dan ketidaktahuan saya selama ini berasal dari ketidaksadaran akan siapa saya sebenarnya. AHQ menjembatani itu, membantu saya berdamai dengan masa lalu, menemukan kekuatan dari dalam, dan meneguhkan langkah untuk berjalan di jalan cahaya. Pengalaman ini bukan hanya mengubah cara saya berpikir, tapi juga cara saya merasakan dan merespon hidup. Kini, saya tak bisa menyimpan perjalanan ini sendirian. Saya ingin mengajak Anda, siapa pun yang sedang mencari arah, merasa lelah dalam kebingungan, atau merindukan kejernihan dalam hidup, untuk menyelami AHQ. Ini bukan sekadar ilmu, tapi pencerahan yang nyata. Bukan sekadar bacaan, tapi pengalaman yang mengubah hidup. Mari kita kenali kembali siapa diri kita sebenarnya, melalui cermin Asmaul Husna yang ilahiah, namun sangat manusiawi. Karena saya percaya, setiap manusia berhak untuk hidup lebih ringan, lebih jernih, dan lebih dekat dengan cahaya-Nya. (ahq)
STORY
Firman Prabutomo, Ketua Yayasan Salam Warahmah
6/28/20251 min baca

