Cahaya Kesadaran Kembalikan Fitrah yang Terlupakan
AKU masih ingat bau tanah pagi di kampung aroma yang menenangkan jiwa dan menumbuhkan rindu pada kesederhanaan. Suara adzan Subuh menggema dari surau kecil beralas tikar lusuh, menjadi alarm langit yang membangunkan hati. Di sana, tak ada ambisi dunia yang memburu, hanya langkah-langkah kecil menuju cahaya. Wajah ibu, meski tak banyak bicara, selalu dipenuhi doa yang seakan mengiringi hidupku hingga kini. Kesunyian kampung pagi itu menyimpan sesuatu yang suci sebuah keadaan alami yang tak dibuat-buat Itulah Fitrah, keadaan jiwa sebelum ternoda oleh hiruk- pikuk dunia. Fitrah adalah anugerah yang Allah tanamkan dalam setiap insan. Ia lembut, jernih, dan condong kepada kebenaran. Fitrah mendapat ruang yang luas untuk berkembang. Tidak ada distraksi digital, tidak ada tuntutan duniawi yang membingungkan. Yang ada hanya kasih sayang, keterhubungan dengan alam, dan keyakinan kepada Allah yang ditanamkan lewat contoh hidup. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menegaskan, bahwa: “Fitrah adalah dasar dari jiwa yang suci, tempat segala kebaikan bertunas dan tumbuh, tanpa perlu dibuktikan oleh akal, karena kebenaran sejati itu terasa dalam hati.” Tertutup Debu Dunia Fitrah tak pernah menghilang dari dalam diri manusia. Ia tertanam di dalam qolbu manusia. Ia tampak laksana anak kecil yang penuh ketulusan, tiada prasangka dalam gerak anak kecil. Ia terasa ketika jiwa merasa tenang, bahagia, hingga penuh kebaikan dalam tutur kalimat, pikiran yang baik, dan perilaku positif. Namun, dunia sering kali mengaburkan cahaya (fitrah) itu dengan debu keserakahan, ketakutan, dan amarah. Hiruk pikuk dunia menutup fitrah melalui tuntutan jiwa dalam menjalani kehidupan dunia, yang seolah-olah ‘harus’ dipenuhi jiwa. Manusia hilang kesadaran akan diri sendiri yang sejati karena gemerlap dunia, karena itulah ia lupa akan fitrahnya. "Katakanlah, wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. AZ-Zumar 53) Ayat ini menyadarkan betapa kita hampir selalu melampaui batas pada diri sendiri, melalui prasangka pikiran, perkataan yang tinggi, jiwa yang semaunya sendiri, hati yang angkuh menutup kebenaran. Tapi, ayat ini juga membuka kesadaran kita betapa Rahmat dan Pengampunan Allah jauh lebih besar melampaui segala perbuatan dosa kita, ketika kita mau pulang kembali kepadaNya. Jalan Kembali Menuju Fitrah Tenanglah, tak perlu berlarut dalam segala kesalahan yang telah kita lakukan dalam hidup ini. Bangun kesadaran diri, bahwa Tuhan selalu memberikan fitrahNya melalui sifat AsmaNya Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Arrahman Arrahiim. Fitrah akan hadir dalam bentuk kerinduan yang tak bisa dijelaskan. Rindu untuk shalat, rindu mendengar adzan, rindu suasana Ramadhan. Padahal, sebelumnya kita begitu jauh dari semua itu. Ada kalanya, fitrah terbangun dari peristiwa menyakitkan. Kematian, kegagalan, kehilangan. Semua itu sering menjadi momen pembersihan hati yang membangkitkan cahaya lama yang tertutup debu. Itulah kesadaran, bersyukurlah kepadaNya yang telah membangkitkan jiwa fitrah kita. Cerita di atas, adalah awalan pencerah jiwa dalam eBook SHIROTOL MUSTAQIM "JEJAK CAHAYA DI TENGAH GELAP ZAMAN" karya Gus Salam YS. Buku ini bisa menjadi bacaan wajib bagi orang-orang yang jiwanya terpanggil oleh CahayaNya. Membaca buku yang disampaikan berdasarkan perjalanan ruhani nyata ini, akan menuntun setiap pembacanya bagaimana Cahaya Fitrah bisa masuk agar menyingkirkan debu-debu dunia (jiwa-jiwa kotor) kita dari jiwa dan hati kita. Untaian kata dan kalimat yang ditulis sang penulis disampaikan penuh cahaya fitrah. Kita tertuntun tanpa merasa digurui, karena Sang Penulis menyampaikannya dengan penuh kelembutan dari hasil pengalaman empiris ruhaninya. Buku ini juga membeberkan apa dan bagaimana sesungguhnya yang dimaksud Ihdinashshiratal mustaqim. Termasuk, apa sesungguhnya yang dimaksud dengan kembali ke fitrah (diri yang suci). Membaca buku ini, pembaca dibuka akal pengetahuan dengan mengenal sejatinya diri manusia, di mana ada fitrah yang terlupakan. Gus Salam YS, yang juga seorang Konseptor dan Inovator Asmaul Husna Quotient-AHQ (Kecerdasan Asmaul Husna) menuturkan, buku Sirotol Mustaqim ini sebagai jawaban ilmiah dari kebingungan para pencari jalan Tuhan, yakni jalan yang lurus jalan yang diberi nikmat. So, jangan ragu lagi, tuntaskan jiwa kita yang kering ini dengan membaca lengkap eBook SHIROTOL MUSTAQIM "JEJAK CAHAYA DI TENGAH GELAP ZAMAN" dalam fitur aplikasi ahqcenter.id. Kita juga bisa menemukan jawaban-jawaban segala persoalan hidup, yang sejatinya hanya kita melupakan siapa diri kita sesungguhnya (fitrah kita). (ahqnews)
RENUNGAN JIWA
Redaksi AHQ
6/27/20251 min baca


Konten postingan