Pesan Cinta dari Gus Salam YS MPd
Percikan Cahaya Ilahi Dalam Diri
AHQNews - Sejak awal penciptaannya, manusia membawa sesuatu yang tak dimiliki malaikat maupun makhluk lain, yakni percikan cahaya dari sisi Allah. Bukan cahaya fisik, bukan sinar yang ditangkap mata, tetapi cahaya yang hanya bisa dirasakan oleh hati yang hidup cahaya kesadaran, cahaya kasih, cahaya petunjuk.
Ketika Allah berfirman:
وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي
“…dan Aku tiupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku.” (QS. Al-Hijr: 29)
Ayat ini memberikan isyarat bahwa dalam diri manusia terdapat unsur agung yang menghubungkannya langsung dengan Allah.
Itulah sebabnya manusia bisa:
• Merasakan rindu yang tidak dapat dijelaskan,
• Menangis tanpa sebab ketika mendengar ayat-ayat Allah.
• Merasakan ketenangan mendalam dalam dzikir,
• Atau tiba-tiba sadar bahwa ia sedang diawasi, dijaga, dan dicintai.
Semua ini adalah getaran dari percikan cahaya Ilahi yang hidup dalam dada setiap manusia. Cahaya ini adalah identitas terdalam seorang hamba. Ia bukan fisik, bukan pikiran, bukan emosi.
Ia adalah inti yang membuat manusia:
• Mampu mencintai Allah,
• Mampu merasakan kehadiran-Nya,
• Mampu kembali kepada-Nya setelah tersesat.
Cahaya ini tak pernah padam, meski tertutup dosa atau kelalaian. Debu boleh menutupi kaca, tetapi cahaya dibalik kaca itu tetap ada. Begitulah ruhani manusia, bisa redup, tetapi tidak pernah hilang.
Ketika seseorang berbuat baik, cahaya itu menguat. Ketika berdzikir, cahaya itu bersinar.
Ketika bersujud, cahaya itu memancar lembut memenuhi dada. Dan ketika menangis karena Allah, cahaya itu seperti mata air yang menyucikan seluruh batin.
Inilah sebab mengapa orang yang dekat dengan Allah hatinya selalu hangat, wajahnya bercahaya, tutur katanya lembut, dan kehadirannya menenangkan. Ia bukan lagi membawa dirinya sendiri, tetapi membawa percikan cahaya Tuhannya.
Jika manusia menyadari betapa berharganya cahaya ini, ia tak akan menukar hatinya dengan dunia, tak akan mengotori dirinya dengan ego, dan tak akan pernah membiarkan jiwanya terbelenggu oleh nafsu. Karena, pada akhirnya, yang kembali kepada Allah bukan tubuh, tetapi cahaya yang hidup di dalam dada. (AHQ)
